Jumat, 24 Desember 2010

TUNG DESEM WARINGIN

TUNG DESEM WARINGIN
Meninggalkan Kepiluan dan Hidup dalam Mimpi



Kenyataan yang Memilukan

Sejak kuliah saya merasa yakin sekali bahwa bila saya belajar keras saya akan menjadi mahasiswa teladan. Sungguh benar, akhirnya saya terpilih sebagai mahasiswa teladan nomor satu untuk Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret tahun 1991.

Sejak awal bekerja, saya yakin sekali saya pasti akan sukses dalam bekerja. Keyakinan itu muncul antara lain dari kesadaran bahwa saya punya bekal yang bagus: sebagai Mahasiswa Teladan, Juara Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Tingkat Universitas, LKTI Tingkat Regional B (DKI Jakarta, Jabar, Jateng, DIY), Juara 2 LKTI Nasional tahun 1989, Juara 1 Cepat Tepat P4 Tingkat Fakultas Hukum UNS, Juara 1 Cepat Tepat P4 Tingkat Wilaya, serta piagam lain – lain yang totalnya berjumlah 32 buah.

Karena saya begitu sukses saat kuliah, orangtua saya beranggapan bahwa sayang sekali bila saya hanya berdagang di kota kecil. Karena itu, meski latar belakang orangtua saya adalah pedagang, mereka menganjurkan saya untuk mencari pekerjaan di perusahaan besar, di kota besar.

Saya melamar dan diterima sebagai Management Development Program di bank swasta terbesar kala itu. Setelah bekerja dan belajar keras, akhirnya saya mencapai posisi sebagai pemimpin cabang utama. Selama di bank tersebut, saya sempat mencetak prestasi:

1. Tahun 1995, berhasil mengubah cabang dengan 22 cabang pembantu di Jawa Timur dari posisi “yang terjelek” menjadi “yang terbaik”. Menurut hasil audit, cabang itu dinilai “terjelek di Indonesia”, tapi hanya dalam waktu 4 bulan, cabang itu menjadi “terbaik di seluruh Indonesia”.

2. Tahun 1995, berhasil mengubah sebuah cabang dengan 15 cabang pembantu di Jawa Tengah, dari “hasil audit nomor 2 terjelek di Indonesia” menjadi “hasil audit nomor 2 terbaik di Indonesia” hanya dalam waktu 3 bulan.

3. Tahun 1997, berhasil mengubah sebuah cabang dengan 18 cabang pembantu di Jawa Timur, dari “hasil audit terjelek di Indonesia” menjadi “hasil audit terbaik di seluruh Indonesia”.

4. Meningkatkan pemegang kartu ATM di sebuah kantor Cabang di Jawa Timur, dari nomor 7 di Luar Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi) menjadi nomor 1 di Luar Jabotabek.

5. Pertumbuhan pemegang kartu kredit terbesar di Indonesia.

6. Pulih pertama kali ketika terjadi pengambilan uang besar-besaran di bank.

7. Tingkat mati mesin ATM terendah di Indonesia.

Karena prestasi seperti itu, saya mengalami kenaikan gaji 3 kali setahun.

Pada suatu hari, saya mendapat kabar bahwa ayah saya sakit keras. Levernya parah dalam kondisi bengkak dan kuning diseluruh badan, dan tidak boleh bergerak di ranjang. Setelah 19 hari dirawat di Solo tanpa kemajuan, saya berinisiatif mengambil cuti tanpa gaji selama 10 hari + cuti tanpa digaji selama 30 hari untuk mengantarkan ayah saya ke Jakarta. Sebelum ke Jakarta, saya mencari informasi tentang dokter ahli lever. Setelah tahu dan membuat janji untuk bertemu dengan dokter tersebut, saya dan ayah saya berangkat ke Jakarta.

Satu hari menunggu di rumah sakit tersebut, listrik padam. Rumah sakit hanya menggunakan genset, sehingga pendingin ruangan dimatikan. Sampai malam, tidak ada satu dokter pun yang mendatangi ayah saya. Setelah bertanya kesana kemari, kami baru tahu bahwa dokter yang punya janji bertemu dengan kami baru saja berangkat ke Amerika selama 10 hari tanpa member tahu. Bahkan staf rumah sakit juga tidak tahu.

Karena dokter ahli tidak ada dan kamar begitu pengap, malam hari itu juga kami pindah ke rumah sakit di daerah Jakarta Utara. Disitu, seorang dokter lulusan Jerman langsung menangani ayah saya dengan cekatan. Sayangnya, dokter ini sangat tidak sabaran dan mentinggung perasaan, maka esok paginya kami putuskan untuk membawa ayah saya ke Singapura.

Malam harinya kami sampai, dan dokter Singapura langsung berangkat dari rumahnya ke rumah sakit untuk memeriksa ayah saya. Baru beberapa hari disana, ayah saya divonis penyakit tambahan. Selain lever tidak berfungsi, karena kondisinya yang lemah, ayah saya terkena virus MRSA (Meticilin Resistant Stapelococus Aerus), sejenis virus yang menurut penjabaran dokter Singapura itu tidak ada penangkalnya. Ayah saya dikarantina di ruang khusus. Semua dokter dan suster yang masuk keruangan ini menggunakan masker, kaos tangan karet, penutup rambut, dan penutup baju. Sungguh membuat saya terkejut.

Selain itu, ada fakta yang melukai hari saya. Ternyata gaji saya sebulan sebagai pemimpin cabang utama tidak cukup untuk membayar biaya rumah sakit ayah saya selama satu hari!

Sungguh pengalaman yang menyakitkan: ketika orang yang kita cintai sakit, kita tidak bisa berkontribusi dengan memberikan pengobatan yang terbaik.

Saat di Singapura, saya merasa sangat down, kecewa, putus asa, sebuah kondisi yang kurang menguntungkan untuk menjaga orang sakit. Saya tahu, saya harus tetap bersemangat agar ayah saya juga tetap bersemangat untuk hidup. Karena itu, saat saya melihat satu kaset motivasi dari Anthony Robbins, saya memutuskan untuk membeli. Masalahnya, harga kaset tersebut melebihi gaji saya selama sebulan. Uang saya pun sangat mepet meskipun dibantu adik-adik dan kakak-kakak yang sangat tulus. Karenanya, saat memutuskan untuk membeli kaset tersebut, saya bertekat untuk berhemat dengan makan sehari hanya dua kali. Sebelum kejadian tersebut, saya sangat tidak bisa menahan lapar karena saya menderita sakit maag. Saya tahan lapar saya dengan minum air putih sekenyangnya (yang bisa diambil secara gratis di tiap sudut rumah sakit). Bila lapar, saya minum air putih lagi. Berat badan saya lansung turun 8kg.

Saya dengarkan seri kaset tersebut setiap hari dan saya lakukan yang ditugaskan dalam kaset tersebut. Karena kaset itu, saya jadi tahu bahwa bila saya mengerjakan sesuatu yang sama terus-menerus, hasilnya juga akan tetap sama. Karena itu, saya putuskan untuk memajukan diri (bahasa orang negative adala mengundurkan diri) diluar perbankan.

Sebelum kejadian itu, sebenarnya saya pernah mendapatkan tawaran dari perusahaan untuk pindah. Tawaranya sangat serius, sebanyak 12 kali dengan gaji sekian kali lipat. Tawaran itu selalu saya tolak. Karena kejadian di Singapura itu, saya langsung mengiyakan tawan kedua belas untuk menjadi Senior Vice Precident di sebuah dotcom company dengan gaji sekian kali lipat. Waktu itu, saya piker gaji yang besar adalah pemecahan masalah yang tepat. Tapi… akhirnya saya tahu bahwa inipun salah. Ya, ada yang salah disini, karena begitu gaji membesar, gaya hidup juga ikut membesar, rumah bertambah besar, ruang kantor bertambah besar, mobil dengan kapasitas mesin yang besar, televise bertambah besar, (untung… isteri tidak bertambah besar), bahkan utang pun bertambah besar. Pemecahan sebenarnya adalah bukan hanya penghasilan yang harus bertambah besar, melainkan cara yang tepat untuk mengatur penghasilan yang bertambah besar tersebut. Itulah yang akan membuat orang sukses secara keuangan.

Akhirnya pengobatan dibantu oleh adik dan kakak saya yang dengan begitu luar biasa mau mengorbankan banyak harta pribadi. Kesehatan ayah saya membaik. Bagi saya, ayah adalah teladan dari kemauan hidup yang luar biasa. Ayah saya tidak runtuh oleh ramalan dokter yang negative. Beliau tetap tegar menghadapi sakitnya dan memutuskan untuk menang dengan cara yang anggun.

Inilah titik tolak revolusi kehidupan saya, yang menyangkut revolusi kondisi keuangan saya. Revolusi itu dimulai dengan petualangan saya belajar dari buku-buku, kaset-kaset, serta seminar-seminar. Setiap kali mendapat penghasilan, saya menggunakanya untuk terus belajar dan praktek dari orang-orang yang saya anggap dahsyat.

Sebagai akibatnya, dalam waktu setahun terjadi perubahan yang luar biasa dalam kondisi keuangan saya. Apa yang saya dapatkan dari bekerja selama 10 tahun bisa saya dapatkan dalam waktu 1 bulan. Penghasilan 1 tahun saya dulu, kini bisa saya dapatkan dalam 15 menit. Dan yang lebih indah lagi, saya bisa mulai kehidupan dengan financial independence, bisa membiayai gaya hidup saya tanpa harus bekerja lagi. Kiranya segalanya akan berjalan lancar sekali, bila tidak ada perubahan ekonomi dan politik secara besar-besaran.

Mimpi Menjadi Kenyataan

Suatu hari, saya mengikuti dan melihat seorang Indonesia, laki-laki berumur sekitar 30-40 tahun, muncul di sebuah stasiun televise terkenal. Dia juga menulis di Koran dan majalah, serta regular mengisi talkshow di radio. Baru saja member seminar untuk 8000 orang di Istora Senayan, ternyata dia sudah berbicara didepan 183000 orang hanya dalam 38bulan terakhir. Karena begitu padatnya jadwal seminar, bahkan dia menggunakan helicopter untuk pindah dari satu lokasi seminar ke lokasi seminar yang lain.

Dia tinggal di perumahan mewah. Lengkap dengan taman, kolam renang, kolam ikan, dan gazebo ala Bali. Halaman parkirnya cukup untuk 8 mobil. Dia juga memiliki beberapa perusahaan yang sangat sukses. Juga mempunya property-properti sewaan.

Dia dekat dan memberkan nasehat serta mengubah hidup banyak orang. Mulai dari anak petani, hingga anak mantan presiden. Mulai dari lulusan SD, psikolog, bahkan doctor. Dari presiden direktur sampai bintang film.

Dia mendapatkan uncapan terimakasih yang tulus karena dapat meningkatkan penjualan mulai dari jaringan toko handphone, bengkel mobil, bank, sampo multinasional, dll antara 100%-2000% hanya dalam waktu kurang dari 6 bulan. Bahkan dia telah diminta untuk memberikan nasehat kepada pakar marketing internasional pada pertemuan di Singapura. Yang bersangkutan mendapat penghargaan 10 eksekutif di Indonesia oleh Jawa Pos Group dan Lions Club.

Ia berlibur ke Hawaii, Gold Coast, Hollywood, naik kapal mewah bersama keluarga, tinggal di hotel-hotel terbaik di dunia. Menurut berita terbaru, dia bersama sahabatnya, Robert T. Kyosaki, berlibur bersama menaiki kereta mewah Oriental Express.

Sungguh mengagumkan, karena semua itu hanya dicapai dalam waktu 3 tahun. Dan lebih terkejut lagi ketika saya menyadari bahwa ternyata orang tersebut adalah……. Saya sendiri!



Diambil dari Buku: Financial Revolution
Tung Desem Waringin
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

0 komentar:

Posting Komentar

 
;